Hubungi Kami × +
Nama

Email Address*

Pesan*


About

Dari Bin Baz Melabuh Ke Ummul Mukminin

Kisah Alumni Wadi Mubarak yang Menjadi Muazzin di Madinah




Pesona kampus UIM, sangat peka terhadap keseriusan para mahasiswanya
Tak terlepas dari namanya, universitas islam, kampus ini sangat menjunjung tinggi nilai-nilai agama, sehingga keramaian masjid beserta suara gemuruh tilawah dan suara hadits-hadist dikumandangkan.  Yang dimana masjid telah Menjadikan kampus ini sangat istimewa, ia nampak indah dan menawan ketika pagi hari, ketika suara azan dikumandangkan

Begitu sangat menyejukkan hati, entah kenapa Masjid bin Baz lebih pas mendapatkan tempat di hatiku dibandingkan dengan masjid jadiid, yang dibangun tepat sebelum kedatanganku ke kampus. Yaah... mungkin karena letaknya yang lumayan dekat dari asramaku.

Suatu ketika, disebarlah surat edaran lewat media,  bahwa ada pemilihan Muazzin dan Imam untuk dittugaskan di masjid ini.
Waktu itu aku punya keinginan untuk mendaftar, namun kuurungkan niatku, karena aku lebih memilih ke Masjid Nabawi daripada menjadi salah satu petugas di masjid tersebut (padahal belum tentu aq lulus seleksi imam ataupun muazzin). Namun itulah yang hadir di hati saat itu.

Duuh.... betapa indahnya, ketika semua mahasiswa berkumpul di masjid ini, ada yang mengulang-ulang pelajaran, ada yang mengaji, membaca kitab, dan lain sebagainya. Biasanya masjid ini akan nampak penuh lebih cepat ketika menjelang atau saat ujian tiba.

Itulah yang aku rasakan, kalau hari biasa masjid ini terasa biasa, yang nampak hanya mereka yang biasa ke masjid lebih cepat,.
Booking tempat sangatlah biasa, begitu antusias mereka mendapatkan shaf yang paling depan, apa saja bisa dijadikan alat untuk booking tempat. Mulai dari tas, buku, jaket, baju, sorban atau hp. Yang penting dapat bokingan tempat.

Dan tak kalah juga, aku menyempatkan diriku untuk mendapatkan shaf tersebut sesuai kemampuanku, tergantung kondisi pada saat itu. Nuansa keimanan begitu kuat, rasanya ingin aku membagi kepada mereka yang masih tertidur lelap, dan masih dilanda zona aman.

Kawan...!
Semoga Allah tanamkan keimanan ke dalam hati ini, sebagaimana yang Allah sebutkan didalam al Quran, diantara sifat orang yang beriman adalah ketika ia mampu memakmurkan masjid, sesuai dengan yang disyariatkan oleh agama Islam. 

Semua begitu mengagumkan, ketika musim ujian didepan mata, suasananya sangat menyejukkan hati, ketika banyak mahasiswa yang rela tidak tidur semalaman, supaya bisa mengulang-ulang pelajaran secara keseluruhan, memang sudah menjadi kebiasaan para mahasiswa, mereka mengulang-ulang pelajaran ketika hendak ujian.

Meskipun itu adalah metode yang kurang tepat, namun ituah yang dilalui oleh para mahasiswa secara umum, termasuk diriku secara pribadi,
Semoga Allah berkenan mangampuni kesalahanku, serta memberikan petunjuk yang terbaik untuk keberkahan hidup ini, baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Di masjid inilah aku mendapat kesempatan azan, ketika petugasnya tidak datang dan masjid dalam keadaan sedikit sepi, alhamdulillah, terkadang saya yang azan, saya yang iqomah dan saya pula yang jadi Imam, meski bukan menjadi Imam yang resmi, paling tidak ada rasa bahagia tersendiri, yang dapat menjadi pengalamanku di kampus ini, sungguh sangat indah dan mengagumkan.

Hari berganti hari, bulanpun menyapa setiap 30 hari, pelajaran pun sudah mulai terlewati, hingga watunya tiba ketika aku memasuki semester 6 akhir, dan waktu itu menjelang liburan akhir tahun.
Aku dikenalkan oleh sahabatku kepada salah satu sahabatnya, yang kala itu profesinya sebagai pelajar di Masjid Nabawi, namun juga sebagai seorang Muazzin di salah satu masjid di Kota Madinah. Nama masjidnya Jami’ Ummul Mukminin, lokasinya berada di samping jalan, nama daerahnya ‘mahzur’ tepatnya di jalan Malik Abdullah branch, dekat toko Jarir yang baru.

Sejak Pertemuan itu, aku sudah tidak pernah lagi berjumpa dengannya secara langsung maupun melalui media, karena kesibukan kami masing-masing
Menjelang liburan musim panas 2018, ada kabar bahwa beliau sedang mencari pengganti untuk musim panas tahun itu, menjadi penggantinya sebagai muazzin di masjid tersebut. 

Bersamaan dengan tahun itu, aku ingin sekali ikut andil pada salah suatu pekerjaan yang sangat bergengsi bagi mahasiswa, Temus ...ya Temus atau Tenaga Musiman, sebagai pelayan jamaah haji dari indonesia, pekerjaan yang sangat menegangkan, selain melatih kepemimpinan juga  melatih kesabaran yang super berat, itulah pengalaman yang kudapatkan dari senior ketika ia ikut temus tahun sebelumnya, dia sangat antusias menceritaan kejadian demi kejadian ketika sedang bekerja.

Kala itu, aku bener-bener ingin menjadi salah satu bagian tersebut, menjadi petugas untuk melayani para tamu-tamu Allah, membimbing mereka, serta menjadi patner setia bagi mereka ketika mereka membutuhkan.

Hari ujian pun mulai mendekat, ujian temus maksudnya, mulailah aku bersama kawan-kawan merencanakan program, atau agenda yang nantinya akan kita jalani bersama.  saat itu,  bersamaan dengan ujian temus, ternyata Allah berkehendak lain.
Kala itu ujian tes temus bagian transportasi, jatuh pada hari selasa, 

Tepat sepekan sebelum ujian temus, dosen mengabarkan bahwa pekan depan ada ujian semseter, aku mengira ujiannya hanya pelajaran tersebut, ternyata dugaaanku salah, hari rabu pun dosen mengatakan hal yang sama yaitu ada ujian pekan depan, begitupun pada hari kamisnya, dosen mengabarkan akan ada ujian semeseter pada hari kamis pekan depan, sehingga 3 hari berturut-turut ada ujian semester dalam satu pekan. Yang dengannya aku pun harus merelakan diantara keduanya.

Sebelum itu, aku dihadapkan dengan dua pilihan,
Dikarenakan Muazzin Masjid Ummul Mukiminin belum mendapatkan pengganti, sedikit ada panggilan hati ini untuk menggatikannya.
Setelah istikharah, dan menimbang dari berbagai sisi, aku putuskan untuk menggantikan beliau sebagai Muazzin, dengan masa kurang lebih dua bulan, sebuah masa yang terasa cepat namun sangat lama bagi mereka yang selalu menunggu waktu, kapan waktunya akan berakhir...... !

Aku pun tiba dari liburan bulan juli 2018
Waktu pertemuan pun berlalu, tibalah masanya aku mulai mengambil posisi sebagai badil di Masjid Ummu Mukminin, setelah 2 hari masa orientasi perkenalan tentang isi dan apa yang harus dilakukan, maka bersiaplah beliau untuk merapikan barang-barang, membeli oleh-oleh untuk keluargannya, dan memastikan kalau aku sudah benar-benar paham tentang apa yang harus dilakukan ketika menjadi takmir masjid.










Kawan...!
Waktu mulai berjalan, jam dinding pun tak mau kompromi tentang siapa diriku dan mengapa aku ada disini, dia terus berdetik tanpa henti, aku mulai membiasakan diri untuk bangun lebih awal, dan membiasakan diri untuk berjumpa dengan para jamaah, tidak jarang aku temukan keunikan dari para jamaah.

Kebiasaan, adat, serta gaya bahasa lisan maupun bahasa badan sudah mulai terlihat, nampak dihadapan mereka seorang anggota baru yang sebelumnya mereka tidak kenal. Meskipun sama-sama dari negara indonesia, aku tidaklah seperti beliau yang sangat tegas dalam berbicara, beliau juga berani dalam berbicara, namun diriku, tiadaklah seperti dirinya.

Dan tentunya aku lahir sebagai orang jawa, dikenal kalem dan banyak diam, tentunya ini sangat berpengaruh terhadap perkembanganku untuk berinteraksi kepada jamaah. 

Sungguh benar menjadi pengurus masjid sangaatlah rentan dengan yang namanya tantangan, kritikan, amarah, dan tindakan yang sangat tajam untuk membuat perasaan ini terluka. Bagaiamana tidak...! aku yang baru 3 hari di masjid sudah mendapatkan amarah dari jamaah. Perasaan kecewanya muncul dihadapan wajahku dengan telunjuk yang mengarah kepadaku tanpa rasa malu.

Saat itu AC masjid sedang rusak, dan sedang dalam perbaikan, karenanya masjid terasa sedikit gerah karena sedikitnya AC yang menyala.
Setelah shalat selesai, dia menepuk pundakku sambil berkata : “mengapa AC nya mati “?
Akupun mengarahkan wajahku ke arah Imam, sebagai tanda, tolong dijawab pertanyaannya.
“sedang rusak”! kata imam.
Ya sudah, segera perbaiki...?
Iya sedag diperbaiki. “jawab imam

Tanpa rasa malu ataupun berpikir panjang, sambil mengarahkan wajahnya kepadaku, dia langsung menagatakan : “semenjak kamu datang semua AC mati, padahal sebelum kamu datang semuanya baik-baik saja” tuturnya.

Dari situ sangat sakit hatiku, diperlakukan seperti aku tidak punya perasaan sebagai seorang manusia.
Dihadapan para jamaah, dan didengar langsung oleh mereka, itulah rasa sakit pertama yang kurasakan, lagi-lagi kejadian tersebut mengajariku arti sebuah kesabaran, dan manfaat “diam” ketika mendapatkan amarah dari orang lain.

Hari pun mulai berlalu, hingga bulan october pun tiba, kejenuhan sudah mulai meraba, rasa kesendirian pun mulai menyapa, dan rasa ingin berhenti pun sudah mulai mengganggu pikiranku, akhirnya kuputuskan untuk berhenti dari amanah yang lumayan berat ini, ditambah lagi ada seniorku yang bekerja sebagai pengurus travel di mekkah sedang mencari seseorang yang dapat menjaga dan mengurus kunci hotel di madinah. Dan aku pun mengambil posisi tersebut.

Hal itulah yang  membuatku goyah, dengan alasan agar aku bisa lebih fokus ke Masjid Nabawi, serta dapat berkumpul lagi bersama kawan-kawan didalam kampus, dan bisa menggapai keinginan sesuka hatiku tanpa ada ikatan amanah yang berat sebagaimana ketika menjadi seorang muazzin.

Setelah berbicara dengan Imam Masjid, dan disampaikan pula hal ini kepada majikan supaya dicarikan pengganti, ahirnya tibalah pengganti yang ditunggu, dia orang burma kelahiran di saudi, statusnya masih sebagai seorang mukim bukan penduduk asli.

Setelah masa latihan selesai, akupun berpamitan untuk meninggalkan masjid dan menjalankan tugasku yang baru sebagai handling hotel, dari situlah ku memulai kehidupan baruku bersama kawan – kawan baru di dunia perhotelan.

namun setelah perjalananku di dunia per hotelan menginjak 1 bulan, Allah punya rencana lain, yang pada akhirnya aku pun kembali lagi ke Masjid Ummul Mukminin.
Mau tahu kisahnya...!?  

Baca juga di catatanku : “Ketika kunci Hotel Membuatku Galau”

Ada satu dari lain hal, sehingga aku harus kembali Ke Masjid Ummu Mukminin, meneruskan perjuangan sebagai muazzin yang tak lain adalah tugas atau amanah yang pernah kujalankan kurang lebih sebulan yang lalu,  seperti biasa semuanya terasa begitu indah ketika hati begitu mudah mendapatkan ketenangan didalam rumah-Nya.

Dan tanpa terasa aku berada di penghujung bulan sya’ban 1440 H, dan akan memasuki bulan ramadhan, bulan yang penuh berkah, bulan yang selalu dinantikan oleh kaum muslimin karena banyaknya keberkahan didalamnya yang tidak ada di bulan-bulan hijiriah yang lain. 

Di awal bulan ramdhan. ada satu lagi kisah yang menurutku sangat unik dan mengharukan, persiapan berbuka untuk puasa pertama pun dimulai, waktu itu aku baru saja tiba dari jeddah, mengantarkan keluarga pulang ke indonesia via bandara jeddah,
Aku sampai di madinah sekitar pukul 3 siang, langsung kurebahkan badanku, karena memang perjalanan jeddah madinah sangat melelahkan.

perjalanan yang ditempuh dengan jarak kurang lebih 4 jam perjalanan itu, langsung membuatku harus merebahkan badan untuk menormalkan kembali sendi-sendi yang penuh dengan kepenatan dan keletihan.

Baru saja aku bangun dari tidurku, sesegera mungkin aku langsung ke Masjid untuk menyiapkan menu buka puasa, namun, yang kudapati di awal masukku ke masjid adalah omelan dari seorang jamaah.

Mana ini buka puasa...?
Biasa disini ada nasi, jus, kurma, dan menu lainnya untuk buka puasa, kau tahu,.... ini semua milik jamaah, kenapa tidak ada apa apa disini...haraam!! “tuturnya”.

Waktu itu memang tidak ada apa apa, dan waktu pun sisa 20 menit an lagi azan maghrib, namun sekedar jus pun belum ada.
Ku telpon si imam, dan ternyata menunya masih dalam perjalanan menuju masjid, segera mungkin aku samperin itu orang yang tadi marah-marah, eh...... ternyata masih ngomel.

Kusampaikan bahwa aku baru pulang dari jeddeah, dan ini juga pengalaman pertamaku di masjid ini, maka dari itu, aku belum punya banyak pengalaman akan urusan makanan buka puasa disini,

Sudah reda sih amarahnya, namun ia masih menyimpan kekesalan yang sangat..dan akupun hanya bisa pasrah dengan apa yang terjadi, mau di apa !? itu mngkin kesalahanku yang kesekian kalinya.

Shalat maghrib pun didirikan, selapas maghrib aku diajak bicara bersama salah satu jamaah, tiba-tiba ia datang dan langsung salaman kepada kami, sambil mengucapkan salam
Assalamu’alaikum......

Tanpa ada kejelasan apa apa, dia langsung menggengam tanganku seraya mengatakan, katakanlah “aku telah memaafkanmu” maka aku akan pergi : 

Aku pun tidak paham dengan apa yang ia inginkan, namun dia mengulanginya sampe tiga kali, baru aku paham.
Dia mengatakan demikian lantaran ia ingin meminta maaf atas kejadian tadi sore, dan dia ingin aku memafkannya agar dia bisa tenang ketika keluar dari masjid. Tanpa pikir panjang akupun mengatakan “aku telah memafkanmu”. Sesaat kemudian dia pun pergi.
Sufroh untuk berbuka puasa


Dan masih banyak lagi kisah-kisah haru yang tidak bisa kusebutkan semuanya, karena terbatasnya kemampuanku dalam mengingat semuanya dengan sempurna, Sehingga, ini mencukupkanku untuk mengakhiri catatanku ini, namun sebelum kuakhiri ada lagi satu kisah yang tak kalah penting untuk dijadikan pelajaran buatku.

Suatu ketika hari jumat, seperti biasa, aku beres-beres dan menyalakan lampu serta AC, mulai dari pukul 9 pagi,  kali ini aku menyalakannya jauh lebih cepat.

Ketika para jamaah sudah selesai dari melaksanakan shalat jumat dan meniggalkan masjid, ternyata masih ada anak muda yang ngobrol didalam masijd lama sekali,

Tanpa ragu, aku pun mematikan AC dari sakelar pusat, sehingga tidak ada yang tahu kalau aku yang mematikannya, mungkin mereka mengira bahwa AC nya sedang rusak atau error, dan memang itulah yang kuinginkan, mereka keluar semua, karena sudah waktunya istirahat,.

Saat itu, menjelang ahsar kurang lebih 40 menit an,  ada seorang kakek yang terlalu cepat masuk masjd, sehingga AC pun masih dalam keadaan mati, tak sengaja aku pun masuk lewat pintu depan untuk mengatur kursi-kursi yang berserakan, dia pun memanggil sambil berkata :

Ya muhammad hidupkan AC nya ....!
Aku pun hanya mengiyakan sambil menganggukkan kepalaku.
Dia pun diam...
Bebebrapa waktu kemudian dia pun memanggilku dengan mengucapkan hal yang sama,
Ya Muhammad, nyalakan AC nya..!?
Iya sebantar, biar istirahat dulu AC nya ntar kuhidupkan lagi: “jawabku”
Namun kali ini dia tidak terima , dia berucap sambil mendekat kepadaku,
Apa kau bilang, AC nya istirahat dlu,,!!!??
Iya.
Siapa yang mengatur sistem seperti itu?
Saya.!
Emang AC bisa istirahat.!!

Dia pun membalas sambil sedikit geram: “saya punya AC 3 bulan hidup terus gak apa apa” kenapa disini ada AC di isitirahkan, dimana letak otak kau itu..! (kurang lebih maknanya demikian)

Aku pun mulai naik pitam dibilang seperti itu, namun aku sadar selain karena dia orang tua yang harus aku hormati, bulan ini pun bulan puasa yang mengajarkan kesabaran lebih kepada orang yang menjalakannya.

Setelah omelan itu, ia pun pergi meninggalkanku yang penuh dengan tanda tanya, ‘ko ada ya, orang marah-marah padahal ini bulan puasa” tuturku sambil ber istighfar.

Sebagaimana yang kukatakan, AC pun aku nyalakan tepat 20 menit sebelum azan, ketika smuanya sudah menyala, aku pun masuk lagi ke masjid untuk mengecek semuanya, namun tanpa kusadari, dia pun kembali memanggilku, Kali ini dia seperti agak memaksaku untuk mendekatinya,

Aku masih merasa khawatir kalau dia nantinya akan memarahiku, aku pun mendekat pelan-pelan sambil dia pun berdiri dan berjalan mendekatiku, setelah dekat dia pun langsung menyalami (mengenggam) tangan ku, sambil mengatkan “mohon maafkan aku (atas kejadian tadi ) dan sepertinya tanganannya menggengam sesuatu. 

Iya benar, tidak hanya sekedar menyalami dan meminta maaf, namun dia pun secara tidak langsung meminta halalnya atas perkataannya tadi.
sambil bersedekah.
Yaaaah....ini bukan sogok-menyogok ya.
Dan tentu aku pun memaafkannya, tanpa terkecuali.


O iya
Aku juga berterima kasih kepada seniorku ust Miftahul Arifin,Lc  atas kesediannya mengisi imam maghrib dan isya di Masjid ini

Berikut tilawahnya:




Semoga Allah memberkahi beliau dan dapat bermanfaat untuk ummat.
Aamiin



Kawan...!
Bulan syawal pun tiba, saatnya aku pulang, pengurusan ijasah dan visa pun dilakukan, sehingga mau tidak mau aku harus meninggalkan ratusan kenangan indah di masjid ini. Aku pun berpamitan setelah merapikan semuanya, dan tentunya aku berterimakasih kepada kawanku M Jailani Imron, anak cirebon yang selalu punya imajinasi yang sangat tinggi, yang dimana ia bersedia meneruskan amanah ini tanpa ragu –ragu, semoga Allah menjaganya, dan memberikan kepadanya pahala yang banyak. Aaamiin







Dokumentasi

Saat khutbah berlangsung

Foto bersama syaikh Muhammad al Bayadhi (Khatib)

Suasana ketika khutbah sedang berlangsung






Sekian.

Ditulis secara berkala di pesantrean Darul Istiqamah
Maccopa Maros
Sulawesi Selatan




Berlangganan update artikel terbaru via email:

Show comments
Hide comments

5 Komentar untuk "Dari Bin Baz Melabuh Ke Ummul Mukminin"

  1. Alhamdulillah sampean ikut dalam amal jariyah jg

    BalasHapus
  2. Jadi ingat katanya bang @alfian kalo antum di terima di jamiah islamiah, wajib antum adzan al amien di masjid bin baz hehehe...qadarullah di terimanya di jamiah dammam. Syukur alhamdulillah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah semuanya sudah punya tempat terbaik masing masing.

      Andai dlu ke masjid ummul mukminin pastinya antum yg saya minta azan
      Hehe

      Hapus

Subcribe

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel